Labuan Bajo, suaranusantara.co – LSM Ilmu selaku lembaga yang konsentrasi mendampingi masyarakat adat dalam pernyataan persnya mencium adanya dugaan kuat bahwa Polisi Resort (Polres) Manggarai Barat sedang melakukan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat adat ulayat Mbehal terkait proses Laporan penyerobotan dan pengancaman yang dilayangkan oleh Panda pada 14/7/2025.
Warga asal kampung Rareng yang mengaku sebagai pemangku adat Rareng yakni Panda, melaporkan warga ulayat Mbehal terkait sengketa tanah yang berlokasi di Lengkong Warang, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat, 18/7/2025.
Panda melayangkan laporan hampir sebulan setelah warga Rareng mendapati warga Mbehal sedang membersihkan kebun di Lengkong warang yang rencananya akan dibagi oleh warga Rareng.
Atas dasar Laporan Polisi dengan nomor laporan LP/B/113/VII/2025/SPKT/Polres Manggarai Barat/ POLDA Nusa Tenggara Timur, Tanggal 14 Juli 2025, tiga orang warga Mbehal menghadap penyidik Polres sebanyak dua kali.
Hal ini diketahui berdasarkan surat surat panggilan yang diterima warga saat memenuhi panggilan penyidik yang kedua pada Selas, 2/9/2025
Mencermati setiap proses yang dilalui oleh warga Mbehal, LSM Ilmu mencium Aroma permainan kasus pesanan mafia terasa sangat kuat disini.Kami memperhatikan bagaimana kasus ini bergulir.
Berikut pernyataan Pers yang disampaikan oleh Doni Parera selaku ketua LSM Ilmu yang diterima suaranusantara.co, Selas, 2/9/2025
Berawal dari Laporan Polisi tgl 14 July 2025 oleh saudara Panda yang mengaku sebagai tua Golo gendang Rareng, untuk kejadian tgl 18 Juni 2025.
Laporan dibuat hampir sebulan setelah kejadian. Rentang waktu yang seperti mematangkan rekayasa untuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat Mbehal.
Tiga orang masyarakat adat gendang Mbehal dilaporkan dengan tuduhan pengancaman dan penyerobotan.
Sekarang mereka sudah memenuhi panggilan kedua dari Polres Mabar. Pada panggilan pertama, sudah dijelaskan, bahwa saat peristiwa tgl 18 Juni, mereka sama sekali tidak bertemu dengan pelapor atas nama Panda di Lokasi.
Sehingga, janggal jika mereka dituduh mengancam. Kala itu, ada 200an masyarakat dari Rareng yang turun ke Lokasi Lengkong warang desa Tanjung Boleng dihalau oleh 9 orang masyarakat adat Mbehal, di hadapan aparat negara, Polisi, Babinsa dan dari Badan Kesbangpol Mabar.
Hari itu persoalan diselesaikan dengan baik atas mediasi aparat yang hadir di lapangan. Mereka semua bisa jadi saksi, bahwa tidak ada kekerasan. Malah, pihak Rareng yang datang dengan membawa senjata perang seperti tombak.
Penjelasan dari tiga orang masyarakat adat Mbehal pada panggilan pertama, malah membuat polisi meningkatkan status kasus, dan diadakan panggilan kedua.
Pada panggilan kedua, hari ini, foto-foto dan video saat kejadian sudah disampaikan kepada pihak reskrim Polres Mabar.
Termasuk bahwa tuduhan penyerobotan dari pelapor yang terkesan dipaksakan, sangat tidak relevan , karena lahan Lengkong Warang itu adalah bekas kampung dan kebun masyarakat adat Mbehal yang sampai hari ini dapat dibuktikan.
Namun Polisi nampaknya akan terus berjalan, memaksakan kasus ini untuk terus bergulir, seperti sedang jalankan agenda.
Kami menduga, 3 orang masyarakat adat ini sedang dikriminalisasi, sehingga mereka akan ditahan, untuk memudahkan pengambilan lahan masyarakat adat Mbehal di Lengkong warang.
Kami berharap agar kasus ini jadi perhatian Polda NTT, agar pihak kepolisian dalam hal ini Polres Mabar tidak melakukan manuver Kriminalisasi masyarakat adat, agar tercipta suasana kondusif di masyarakat, mengingat situasi negara belakangan ini yang sedang berusaha memulihkan kekacauan yang dimulai oleh oknum Polisi di Jakarta.
Polres Mabar lebih berbenah diri, jauhi tindakan yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat terutama masyarakat adat, dan STOP lakukan tindakan yang dicurigai sebagai pesanan MAFIA tanah.