Labuan Bajo, suaranusantara.co -Tiga orang pemilik lahan mata air di Lembor serentak geram meminta Perusahan Air Minum (PDAM) segera alihkan lokasi karena tidak menepati janji sesuai kesepakatan awal dan menganggap mata air itu tidak digunakan karena debitnya kecil yang berlokasi di lahan mata air Wae Rimu, Kampung Pana, Desa Ponto Ara, Kecamatan, Lembor Kabupaten Manggarai Barat.
Salah satu pemilik lahan mata air Sebastianus Jemada lazim di panggil Sebas mewakili kedua pemilik lahan lainnya meminta kompensasi perjanjian kepada PDAM dan bila tidak dipenuhi maka segera pindahkan aset negara yang berada di lokasinya apa lagi mata air di lahan kami tidak digunakan.
Kata dia (Sebas) Perjanjian kompensasi pemberian lahan mata air Wae Rimu ini berawal ketika dilakukan pertemuan yang difasilitasi oleh camat Lembor bertempat di rumah jabatan camat Lembor pada masa jabatan Paulus Malu.
“Saya masih ingat bahwa sebelum menyerahkan lahan mata air di lokasi kami, terlebih dahulu dilakukan pertemuan di rumah jabatan camat yang dihadiri oleh pihak pemilik mata air yaitu Sebastianus Jemada, Marselinus Tani dan Fidelis Son (alm) sedangkan pemerintahnya adalah Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula, Camat Lembor Paul Malu, Don Pantas (Sekcam), Agus Kepala PAM (alm) dan Yanto Hapan bertepatan dengan peresmian SDI Ledang waktu itu,” ungkap Sebas saat ditemui wartawan suaranusantara.co di rumah kediamannya yang beralamat di Pana, Desa Ponto Ara, Kecamatan Lembor Sabtu (31/5/2025)
Sebagai perwakilan dari kedua pemilik lahan, Sebas mengulang pernyataan dari Camat Lembor yang masih diingatnya oleh yaitu Paul Malu.
“Pada waktu itu, camat Lembor menyampaikan pernyataan di hadapan Bupati dalam bahasa Manggarai katanya Pa Bupati hoos mangad ata nggara wae jadi neho reweng dise hoo ga pa Bupati toe ma benang lise wae hitu le kudu pake le PAM,” ucap Sebas mengulang pernyataan Camat Lembor Paulus Malu.
Ia (Sebas) juga masih ingat jawaban Bupati pada waktu itu.
“terimakasih kraeng tua ai neho meu ata le mai pana hoo ga neho mori yesus ai ata cee lembor hoo masa wae lemeu bantu da dan toe tutup mata pemerintah latang ta mantar koe dmeu nggarawan latang ise ata tamat sekolah situ.ucapnya mengulang jawaban dari Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula.
Selanjutnya Sebas mengulang Pernyataan dari kepala PAM Agus waktu itu ” hitu reweng situ ge ata nggara wae”
Beberapa bulan kemudian setelah pertemuan itu material pembangunan bak langsung drop di lokasi dan peletakan batu pertama diawali upacara adat yang dihadiri oleh Yanto Hapan selaku kaur pembangunan dan semua pemilik lahan.
Maka lahan seluas 2 Hektar yang sudah ditanami tanaman perdagangan harus dan lahan berukuran 2×4 m² dikorbankan oleh Sebas untuk pembangunan bak penangkap air dari sumber mata air. Cengkeh yang sudah bertumbuh di tempat pembangunan bak itu harus dicabut lagi.
Namun kemudian ternyata proyek pembangunan air minum itu mubasir, lalu muncul lagi proyek baru dikerjakan oleh Aleks selaku kontraktor yang dipakai sampai sekarang.
Dengan tidak ditepatinya kompensasi pemanfaatan lahan mata air dan karena airnya tidak dimanfaatkan oleh pihak PDAM maka Sebas meminta semua aset itu segera dibongkar dan dipindahkan ke lokasi lain.
“Saya masih berpatokan pada kesepakatan awal bahwa anak kami akan diperhatikan oleh pemerintah seperti yang sudah disepakati di rumah jabatan Camat waktu itu. Sekarang anak kami sudah tamat sekolah namun janji ini belum ditepati, karena itu saya minta aset itu segera dibongkar karena tanah itu saya gunakan untuk tanam tanaman perkebunan dan air itu saya gunakan untuk menyiram tanaman,” tegas Sebas
Pihaknya menambahkan bahwa ia akan membonkar bak dan mencabut pipa yang ada bila pihak PDAM tidak membongkar dan mencabut pipanya.
“Dengan tidak diakuinya keberadaan mata air di lahan milik saya maka bila PDAM tidak membongkar bak itu dan cabut semua pipa yang ada maka saya yang akan membongkarnya. Atas segala resiko pidana atau tuntutan apa saja yang akan dikenakan pada saya akibat itu maka sepenuhnya merupakan tanggungjawab PAM dan Kecamatan,” kata Sebas
Pernyataan yang sama disampaikan oleh Fransiskus Harjon Jandu suami dari Rosiana Nurtian Mihal anak dari Fidelis Son (alm) yang merupakan pemilik lahan tempat pendirian bak penampung dari empat sumber mata air.
“saya termasuk salah satu pemilik lahan mata air yang tidak diakui oleh PDAM oleh karena itu saya sependapat dengan bapa Sebas bahwa saya akan membongkar bak penangkap itu agar tanahnya saya gunakan untuk tanam tanaman yang berguna dan airnya saya gunakan untuk siram ternamaan,” kata Jhon
Sedangkan berkaitan dengan bak penampung saya meminta pihak PAM dan pemerintah kecamatan untuk segera memindahkan bak tersebut dari lokasi saya supaya tidak merugikan tanah milik saya karena air yang digunakan dan di pakai oleh PAM tidak digunakan dan tanah saya hanya dijadikan sebagai tempat pendirian bak saja. sementara perjanjian awalnya termasuk anak saya selaku pemilik mata air juga akan diperhatikan oleh pemerintah namun sampai saat ini perjanjian itu tidak ditepati,” jelas Jhon
Dari ketiga pemilik mata air itu, tidak ada satu orang pun anak dari pemilik lahan mata air diperhatikan oleh pemerintah sesuai perjanjian yang sudah disampaikan di rumah jabatan camat Lembor yang ditepati oleh pihak PDAM.