Labuan Bajo, Suaranusantara.co – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan hutan Bowosie harus tetap menjadi kawasan penyangga kota Labuan Bajo.
Pemerintah di nilai telah ikut menghancurkan ekosistem yang sangat esensial bagi Kota Labuan Bajo. Karena memindahkan kawasan hutan ini dan menjadikannya sebagai kawasan pariwisata secara bersamaan.
Dengan kata lain pemerintah lebih mementingkan urusan pariwisata dengan menggadaikan keberlanjutan lingkungan hidup di Kota Labuan Bajo.
“Kami melihat bahwa proses pemindahan ini juga merupakan upaya untuk mempercepat proses pembangunan pariwisata di Kawasan Hutan Bowosie. Padahal proses pembangunan ini masih bermasalah dalam hal tata ruang,”. Demikian kata Koordinator Kampanye WALHI NTT, Rima Melani Bilaut kepada Suaranusantara.co, Rabu, 30 Juni 2021.
Rima menjelaskan, berdasarkan Pasal 27 Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2012-2032 menyebutkan Hutan Nggorang Bowosie termasuk Kawasan Budidaya dengan peruntukan Hutan Produksi.
Rencana Tata Ruang
Lalu menurut Pasal 28 Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-2030 menyebutkan hutan di Kabupaten Manggarai Barat termasuk salah satu lokasi Kawasan Budidaya dengan peruntukan Hutan Produksi Tetap dan Terbatas.
“Dengan demikian proses pembangunan tersebut tidak layak lingkungan sehingga WALHI NTT sebagai salah satu tim penilai AMDAL menolak pembangunan infrastruktur pariwisata yang mengorbankan Hutan Bowosie,”jelas Rima
Selain itu, di dalam kawasan tersebut juga masih terdapat konflik kepemilikan hutan antara masyarakat adat dengan pemerintah yang masih belum terselesaikan. Warga sampai hari ini masih menuntut pengakuan negara atas hak ulayat mereka.
Ia juga menegaskan persoalan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan permasalahan kepemilikan hutan untuk masyarakat lokal namun lebih serius mengurusi urusan investasi dalam kawasan yang bermasalah tersebut.
“Keberpihakan pemerintah terhadap investor juga terlihat jelas dalam proses penilaian AMDAL dimana perwakilan masyarakat yang akan terdampak dalam rencana pembangunan tersebut tidak dilibatkan. Bahkan dalam Rapat Tata Batas Areal Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) ini masyarakat juga tidak dilibatkan,” tegasnya.
WALHI NTT
Untuk itu, Walhi NTT menuntut pemerintah untuk menghentikan seluruh proses pembangunan dalam kawasan Hutan Bowosie. Dan mengembalikan fungsi Hutan Bowosie sebagai kawasan penyangga Kota Labuan Bajo.
Selain itu, meminta untuk menghentikan rencana pemindahan kawasan hutan dan menyelesaikan konflik yang ada dengan masyarakat.
Di ketahui, rapat Tata Batas Areal Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) untuk kawasan pariwisata atas nama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores merupakan pintu masuk terhadap penghancuran ekologi di kawasan Labuan Bajo.
Secara faktual, kondisi geografis kawasan hutan ini merupakan hutan tutupan Kota Labuan Bajo dan wilayah sekitarnya. Hutan ini juga merupakan wilayah tangkapan air untuk 11 mata air di dalam Kota Labuan Bajo. Serta sejumlah mata air lainnya di Wilayah Nggorang.
Hutan ini membentang di beberapa wilayah adat. Yaitu Kampung Lancang, Wae Mata, Kaper, Merombok, Nggorang, Watu Langkas dan Dalong. Yang semuanya berada di bawah wilayah ulayat Nggorang.