Jakarta, Suaranusantara.co – Pada hari Kamis (1/12/2022) Panitia Pengusul Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Fransiscus Xaverius Seda mengadakan sebuah seminar nasional dengan pembicara dari berbagai kalangan, termasuk Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo), Jhonny G. Plate (Menkominfo RI).
Acara yang mengusung tema “Jejak Frans Seda: Perjuangan dan Pengabdian untuk Tuhan dan Tanah Air” dilaksanakan di Ruang Lo Siang Hien Ginting, Gedung Yustinus Lantai 14, Kampus Semanggi, Unika Atma Jaya, Jakarta. Selain secara luring, acara ini juga disiarkan secara langsung melalui channel resmi Youtube Universitas Katolik Atma Jaya, serta melalui aplikasi Zoom.
Selain Jhonny G. Plate, pembicara lain yang hadir dalam acara ini Menteri Keuangan RI yang diwakili oleh Staf Khusus Kemenkeu, Yustinus Prastowo; Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI, Edi Suharto, Ph.D, Rektor Universitas Islam Indonesia Internasional, Prof.Dr. Komaruddin, Ketua STFT Widya Sasana Malang, Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto, CM, penulis serta peneliti sosial, Yosep Stanley Adi Prasetyo, dan Rektor UNIKA Atma Jaya, Dr. Agustinus Prasetyantoko. Selama acara berlangsung, yang menjadi moderator ialah jurnalis senior dan media advisor, Hermien Y. Kleden.
Ini merupakan seminar ke-4 tentang jejak perjuangan Frans Seda untuk bangsa dan negara Indonesia, dalam rangka menjadikan Frans Seda sebagai Pahlawan Nasional.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia Pengusul Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Fransiscus Xaverius Seda, Philip Gobang, menyampaikan bahwa Frans Seda merupakan sosok yang menginspirasi.
“Kita berharap rangkaian acara ini berjalan dengan lancar dan pada waktunya, Bapak Frans Seda ditetapkan oleh negara, melalui presiden, Bpk Joko Widodo, sebagai Pahlawan Nasional. Dengan begitu, maka bagi anak-anak muda yang mendapatkan satu kesempatan dalam cerita pengalaman hidupnya bahwa ada seorang tokoh yang memberikan inspirasi kuat bagi kehidupan dan kegiatan mereka. Dengan hadirnya nanti sosok Bapak Frans Seda sebagai Pahlawan Nasional, maka sudah tentu semua keteladanan, inspirasi, dan role model itu akan menjadi abadi,” ujarnya.
Perwakilan keluarga Frans Seda, Eri Seda, juga menyampaikan terima kasih kepada panitia karena upaya menjadikan Frans Seda sebagai Pahlawan Nasional. Mereka sangat mendukung usaha ini.
“Kami berterima kasih kepada Panitia karena inisiatif ini bukan datang dari keluarga. Inisiatif ini sejak 10 tahun yang lalu datang dari Pemda Kabupaten Sikka dan Pemda Provinsi NTT, yang kemudian diteruskan sekarang ini. Dan setelah panitia mengontak keluarga, kami sepakat untuk mendukung,” ujarnya.
Rektor UNIKA Atma Jaya, Dr. Agustinus Prasetyantoko menyampaikan bahwa Frans Seda menjadi menteri ketika negara sedang dalam keadaan yang sangat kesulitan. Pada waktu itu, tahun 1966, inflasi mencapai 650% dan pertumbuhan ekonomi nol. Selain itu, pinjaman luar negeri dianggap tabu oleh negara.
“Apa yang dilakukan oleh Bapak Frans Seda adalah menata personalan-persoalan ini. Sebagai menteri keuangan, dia membenahi kebijakan fiskal. Jadi ada langkah yang sangat nyata yaitu melakukan disiplin fiskal dan kemudian menerapkan anggaran berimbang. Anggaran berimbang tidak ditutup dengan mencetak uang, tetapi dengan utang luar negeri. Maka mungkin ini salah satu langkah yang sangat penting untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia pada waktu itu. Jadi, ada beberapa langkah yang sangat nyata dan dilanjutkan sampai pada hari ini,” jelasnya.
Selain itu, Menkominfo RI, Jhonny G. Plate, membagikan pengalamannya yang pernah bertemu dan berbicara langsung dengan Frans Seda. Dirinya mengakui memiliki banyak hal positif yang ia timba dari Frans Seda.
Jhonny juga menyampaikan bahwa sebenarnya Harian Kompas, yang telah menjadi salah satu media tersebesar di Indonesia saat ini, didirikan oleh Frans Seda. Atas kerja kerasnya, dia bersama Jakoeb Oetama dan rekan lainnya menjadi pionir awal berdirinya Kompas, yang sebelumnya bernama Bentara Rakyat.
“Kompas itu nama aslinya Bentara Rakyat. Dan Bentara Rakyat ini oleh Pak Seda disampaikan kepada Bung Karno. Apa kata Bung Karno? ‘Bung Frans, saya berikan nama yang baru untuk mediamu. Bukan Bentara Rakyat, tetapi Kompas. Kompas Indonesia, Kompas masyarakat, Kompasnya pemerintah, Kompasnya Republikan. Itulah awal Kompas yang saat ini ada, yang saat ini menjadi konglomerasi media,” ujar Jhonny.
“Kedua, jejaknya Frans Seda di tempat yang kita ada ini (Red-Unika Atma Jaya). Sebagai tokoh pendidik dia merintis membangun Universitas Katolik awal.” kata menteri yang juga berasal dari Flores, NTT ini.
Frans Seda termasuk dalam anggota barisan pemikir dan arsitek pembangunan ekonomi nasional. Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo mengatakan, sebagai Menteri Keuangan pada masa yang paling sulit, Frans Seda memberikan andil yang besar kepada perekonomian negara. Menurutnya, ketika Frans Seda menjadi Menteri Keuangan (1966-1968), keadaan keuangan negara waktu itu masih kacau balau dengan menanggung inflasi sekitar 635,5%. Dengan keyakinan dan keberaniannya, Seda berhasil menurunkan inflasi ke 125% hingga turun ke satu digit, sekitar 7%. Termasuk melakukan “pengguntingan uang” dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 (sanering).
Frans Seda adalah anak pertama dari delapan bersaudara, lahir pada 4 Oktober 1926 di Lekebai, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa Bhera berjarak sekitar 35 km sebelah barat daya Kota Maumere. Ayahnya, Paulus Setu Seda, adalah guru di Sekolah Rakyat. Dan ibunya, Maria Sipi Soa Seda, adalah seorang ibu rumah tangga yang rajin bertani. Sejak kanak-kanak, Frans Seda sudah tinggal dan diasuh oleh pamannya Kapitan Pius Sega Seda yang sekaligus menjadi ayah angkatnya.
Ketika duduk di kelas 2 Schakelschool (setingkat SMP) di Ndao Ende, Flores (1936), Frans Seda berdeklamasi dalam bahasa Belanda di hadapan Soekarno—ketika itu tinggal di pengasingan Ende sebagai “orang buangan” pemerintah Belanda. Sepuluh tahun berselang, Frans Seda bertemu kembali dengan Soekarno yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia—dalam sebuah inspeksi pasukan pemuda ketika Frans Seda ikut berjuang sebagai Tentara Pelajar di Yogyakarta menghadapi agresi Belanda kedua. Pertemuannya dengan Bung Karno di Ende dan di Yogyakarta mengubah jalan hidupnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Katholieke Economische Hogeschool, Tilburg, Belanda, pada 1956, Frans Seda kembali ke Tanah Air dan segera terjun dalam perpolitikan nasional melalui Partai Katolik di bawah kepemimpinan I.J. Kasimo (1956). Kemudian Frans Seda menjadi Ketua Umum Partai Katolik (1960-1968). Menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (1960-1964).
Lalu ditunjuk oleh Soekarno sebagai Menteri Perkebunan Kabinet Dwikora dalam usia 38 tahun (pada 1964-1966), selanjutnya menjadi Menteri Pertanian (1966). Ia juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik (1960-1964), dan anggota Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1971 (fusi Partai Katolik ke PDI) dan sejak 1997-2009 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan.
Dalam bidang pendidikan, Frans Seda adalah Perintis dan Pendiri Yayasan Atma Jaya dan Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya Jakarta dan Yayasan Pembinaan dan Pendidikan Manajemen (PPM).
Unika Atma Jaya didirikannya bersama rekan-rekannya dari IMKI dan PMKRI pada 1 Juni 1960 dengan modal Rp 500. Frans Seda adalah Dekan pertama Fakultas Ekonomi (1961-1964) dan Rektor pertama Unika Atma Jaya. Kemudian ia menjabat Ketua Umum Yayasan Atma Jaya (1962-1996), lalu menjadi Ketua Kehormatan Yayasan Atma Jaya. Ketika berpulang pada akhir 2009, dalam usia 84 tahun, ia masih tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya. Unika Atma Jaya Jakarta telah melahirkan ribuan sarjana dari berbagai disiplin ilmu dan telah berpartisipasi menggerakkan pembangunan bangsa.