Labuan Bajo, suaranusantara.co – Ketegaran dan keteguhan hati sosok Gabriel Jahang, dalam mempertahankan ulayat sebagai warisan leluhur tak dapat termakan oleh berbagai bujukan dari pihak mana pun yang ingin menawarkan perdamaian dengan cara menjeratnya terlebih dahulu dalam jeruji besi meski pun ia mengetahui bahwa sangsi hukum yang menimpa dirinya adalah Drama kriminalisasi yang dimainkan oleh kaum elit dengan mengatasnamakan penegakan hukum.
Drama ini terus bergulir dari Polres Manggarai Barat hingga kini, drama kriminalisasi itu bergulir ke Kejaksaan Negri Manggarai Barat ketika dua surat resmi datang secepat kilat dihadapan istri tahanan yang isinya bahwa Gabriel Jahang telah berstatus tahanan Kejari.
Enam puluh hari (60) ia mendekam dibalik jeruji besi dianggapnya sebagai episode akhir saat segerombolan aparat coklat bersenjata lengkap datang menggeledah rumah kediamannya untuk mencari barang bukti namun tidak ditemukan pada 13 November 2025.
Kala itu istri tahanan, Mariana Tatik yang lagi sibuk mengurus balita dan mertua yang lumpuh tak tahan membendung kesedihan menyaksikan adegan kriminalisasi terhadap sang suaminya.
Suara nyaring sang istri melengking masuk sampai gendang telinga para aparat dengan berkata ” Angkut saja sekalian dengan rumahnya biar banyak barang buktinya,” teriak Mariana penuh pasrah tak berdaya melawan kekuasaan yang syarat pesanan itu.
Ibu-ibu yang lain tak tinggal diam mereka pun ikut berteriak “angkut juga istrinya,” teriak kaum ibu dengan nada seolah bersaksi bahwa Gebi ditahan tanpa dasar hukum.
Apa hendak dikata teriakan dan deraian air mata orang tak berdaya di mata hukum dianggap sebagai angin lalu yang hanya singgah sebentar di telinga para penegak hukum.
Berbagai keanehan yang tak dimengerti oleh logika sang tahanan yang berkarakter tegar itu muncul ketika Polisi yang menangkapnya namun polisi juga yang menawarkan damai.
Bujukan itu tak hanya terlontar dari mulut aparat coklat tetapi ia juga bercerita pada keluarganya, Karolus Ngotom saat menemuinya di ruang tahanan untuk bahwa pihak kejaksaan menemuinya untuk tawarkan damai dia mengatakan “Om Gebi bagaimana kalau berdamai saja” ungkap Gebi mengulang bujukan itu kepada Karel yang diteruskan kepada awak media ini pada 17/11)2025.
Susana penat dan mencekam yang dialami oleh tahanan dan istri tercintanya berubah cair seketika saat sekilas membaca redaksi sebuah surat bertuliskan Surat Perintah Pengeluaran Tahanan dengan Nomor : SP. Han/34.i/XI/RES.1.24/2025//Sat Reskrim yang diterbitkan oleh Reskrim Polres Manggarai Barat ternyata isinya hanya memberitahu status tahanan telah berubah menjadi tahanan Kejari yang dititipkan di Polres.
Situasi semakin tak terobati, nasib pedagang kecil yang hidup hanya bersumber dari hasil dagangannya akhirnya harus menanggung derita selama 20 hari lagi lamanya demi mempertahankan tanah adat warisan leluhur.
Bagi tersangka yang ditahan derita itu akan siap ditanggungnya seorang diri meskipun dia harus memanggul nama dengan label perjuangan tanah adat leluhurnya. kata dia “saya siap menunggu dipersidangan di pengadilan,” kata Gebi saat ditemui oleh keluarganya.
Dua hari sebelum Gebi menerima Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penuntutan), yang dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Barat yang baru saja menahkodai institusi itu, dengan Nomor: PRINT-560/N.3.24/Eoh.2/11/2025 Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penuntutan) Kamis 19/11/2025.
Dua pucuk surat yang diterbitkan pada waktu bersamaan itu diterimanya sekaligus oleh tahanan secara mendadak. Prosedur kepolisian pun dianggap telah mengabaikan pendamping hukum dan keluarga sebab surat perpanjangan itu seharusnya atas sepengetahuan kuasa hukum dan keluarga.
Kuasa hukum tersangka Gabriel Jahang, Hironimus Ardi, SH pun tak tinggal diam ia memprotes kepada penyidik di ruang tindak pidana umum, perihal penerbitan surat kepada klien yang tidak diketahui olehnya “kita sesama penegak hukum kenapa begini caranya. Berikan surat tanpa sepengetahuan saya sebagai kuasa hukum,” ungkapnya dengan raut wajah penuh kesal.
Mendengar kabar bahwa Gebi mendapat perpanjangan penahanan, Dionisius Parera yang juga selaku pimpinan LSM Ilmu yang sudah lama mendampingi warga adat ini ikut berkomentar.
Komentar itu disampaikannya berdasarkan informasi yang diteruskan oleh keluarga tersangka kepadanya yang memberitahu bahwa Jaksa menerima pelimpahan berkas perkara itu karena melakukan tindakan pidana mengusir warga Rareng yang jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah orang Mbehal di Lokasi kejadian saat itu.
“Jaksa Penuntut Umum bersih keras bahwa Gabriel Jahang bersalah karena melakukan pengusiran kepada masyarakat adat Rareng di lokasi Lengkong Warang, padahal itu bukan wewenangnya, sehingga layak untuk diproses lebih lanjut karena dianggap melanggar pasal 335 ayat 1 KUHP,” ungkapnya mengutip keterangan warga itu.
Pernyataan tegas dari pihak Kejaksaan itu berujung menimbulkan sikap kaget ketika tersangka menunjukan rekaman vidio dan foto saat kejadian yang sudah diserahkan oleh terlapor kepada penyidik.
“Ketika diminta untuk bandingkan tuduhan dengan video dan foto saat kejadian; bahwa pelapor tidak ada di lokasi jika merujuk pada video, jaksa malah kaget. Ternyata pihak kepolisian sejak awal tidak pertimbangkan atau menyembunyikan foto dan video situasi saat kejadian, yang dibawa oleh para terlapor pada saat panggilan kedua dari penyidik Polres,” jelas Doni setelah mendengar informasi dari Gebi melalui warga yang membesuknya.
Ketua LSM Ilmu itu menyebut “rekayasa kasus semakin kuat dalam rentetan peristiwa ini. Pihak Kepolisian baru kemudian berjanji akan sertakan dalam flash disc video yang direkam warga saat dilapangan, ketika secara spontan ditanyakan oleh jaksa,” lanjutnya
“Kami curiga video yang akan diberikan kepada kejaksaan oleh pihak Polres adalah video yang sudah di crop alias dimodifikasi oleh pihak Kepolisian, dengan hilangkan orang lain dalam frame video, dan hanya ada Gabriel Jahang saja, untuk menguatkan tuduhan Polisi yang syarat rekayasa ini. Video hasil crop itu sudah pernah ditunjukkan kepada Gabriel Jahang sebelumnya,” Sambung Doni
Menyaksikan adegan yang dikemas dengan sistematis ini Doni pun membenarkan anggapan kalsik dari masyarakat akar rumput bahwa Hukum itu tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
“Rentetan pada kasus pengancaman kepada orang yang tidak pernah ditemui ini, yang awalnya tuduhan penyerobotan lahan, lalu kemudian menjadi pengancaman, kemudian menjadi pelarangan kepada orang lain diluar kewenangan, sehingga dianggap melanggar hukum, memperkuat ungkapan masyarakat akar rumput, bahwa hukum memang tumpul keatas, tajam kebawah, dan akan selalu memihak kepada yang punya banyak uang,” ujar Doni
Dirinya semakin yakin dan berharap bahwa Aroma rekayasa dalam kasus yang diduga pesanan ini menyengat semakin tajam.
“Kita hanya bisa berharap agar jaksa bertindak profesional, manusiawi, jujur dan sesuai ekspektasi masyarakat pada penegakan hukum, tidak ikutan seperti jaksa di tempat lain yang banyak tersandung kasus dan mempan sogok. Sekarang kita berharap pada hakim, agar benar-benar adil dalam memutuskan,” beber Doni
Awak media ini juga telah berkali-kali berusaha menemui Kepala Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri untuk menggali informasi yang disampaikan warga bahwa Kejaksaan telah tiga kali mengembalikan BAP yang dilimpahkan oleh Polres.
Saat ditemui pihaknya tidak ingin pembicaraannya direkam oleh awak media ini. Ia hanya mengatakan ” Berkasnya kami kembalikan untuk diperiksa dan diteliti,” Kata Vendy kepada Suaranusantara.co Jumat, 14/11/2025 siang.
Meskipun pihaknya tidak menyebut berapa kali ia mengembalikan berkas itu dan tidak menyebut kapan berkas itu dikembalikan ketika ditanyai awak media namun ketertutupan ini dianggap sebagai bentuk pembungkaman informasi publik.
Kemudian baru diketahui, sesuai informasi warga yang menemui tahanan bahwa dua hari sebelum tersangka mendapat surat perpanjangan penahanan pihak kejaksaan mendatangi tersangka di tahanan untuk membujuk untuk berdamai setelah berkali-kali mendapat bujukan dari pihak Penyidik.









































































