Jakarta, Suaranusantara.co – Bukan sulap bukan pula sihir. Jaksa Agung ST Burhanuddin kedapatan memiliki KTP ganda. Hal ini yang melatari pelaporan Koalisi Masyarakat Penjaga Adhyaksa (Komjak) ke Kementerian Dalam Negeri.
Pelaporan tersebut tak lepas dari terungkapnya skandal poligami Burhanuddin dengan seorang jaksa aktif. Hingga kini Jaksa Agung maupun institusi Kejaksaan Agung tidak memberi klarifikasi. Tak mau menunggu, Komjak membuat pelaporan skandal poligami tersebut kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
“Kami ingin marwah institusi negara, khususnya penegak hukum, terjaga,” kata Direktur Komjak, Hajaruddin, Minggu (28/11/2021).
Hajaruddin mengaku memiliki data lengkap soal KTP ganda ini. Namun mana asli dan yang palsu dia tidak bisa memastikan, sebab itu Mendagri harus melakukan pemeriksaan.
“Lembaga negara yang dibiayai dari uang rakyat harus mampu melakukan klarifikasi ini,” tuturnya.
Identitas
Identitas Burhanuddin mulai dipertanyakan ketika muncul tudingan kepemilikan ijazah palsu. Momentumnya terungkap ketika pengukuhan gelar profesor hukum dari Unsoed pada September 2021.
Dalam buku pengukuhan, selain terdapat perbedaan versi riwayat pendidikan, terungkap pula perbedaan biodata Jaksa Agung. Dicantumkan dalam buku pengukuhan Burhanuddin kelahiran 17 Juli 1959. Sementara yang bersangkutan diketahui pensiun pada 2014 sebagai jaksa dengan jabatan Jamdatun.
Bila Burhanuddin pensiun tahun 2014, maka yang bersangkutan seharusnya lahir 1954 atau sekarang ini berusia 67 tahun. Namun muncul lagi informasi yang menyebutkan Burhanuddin kelahiran tahun 1960 dengan status pekerjaan swasta.
Atas dasar ini muncul asumsi Jaksa Agung memiliki KTP yang dikeluarkan tahun 2010 untuk menikah. Namun Hajaruddin memilih untuk melaporkan Direktur pada Jamintel berinisial MA yang dikabarkan istri kedua Jaksa Agung.
Dugaan mengemuka Burhanuddin memiliki KTP ganda demi mengakali ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP No 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Sipil.
MA dianggap melanggar PP No 10 karena PNS perempuan dilarang menjadi istri kedua, ketiga maupun keempat dari rekan satu instansi. Burhanuddin dituduh membuat KTP tahun 2010 dengan pekerjaan swasta untuk menutupi status PNS sehingga bisa menikahi MA.
“Kita harus menjaga marwah institusi Kejaksaan agar tidak tercoreng dengan kasus ini,” kata Hajaruddin menjelaskan ihwal pelaporannya.
Sebelum Komjak, LSM Jaga Adhyaksa sudah membuat pelaporan soal MA ke KASN. Belakangan Jaga Adhyaksa mencabut laporan. Muncul informasi laporan dicabut lantaran adanya intervensi.
“Kalau Komjak total mengawal kasus ini, karena ini kasus serius terkait integritas pejabat negara,” katanya.
Pada sisi lain, Jaksa Agung secara eksplisit pernah menyinggung soal adanya serangan balik koruptor yang bukan hanya menyerang institusi tetapi menyasar pula pribadi. Dia meminta seluruh aparaturnya untuk merapatkan barisan, fokus bekerja meningkatkan kinerja dan tertib dalam bermedsos.
Sikap Jaksa Agung didukung banyak pihak tak terkecuali politisi di Senayan. Namun pernyataan yang muncul ke permukaan tidak meminta Jaksa Agung untuk membuat klarifikasi terhadap laporan-laporan tersebut.
Pihak Istana tidak memberi pernyataan untuk menjernihkan situasi. Setidaknya menjelaskan proses screening calon pejabat. Sedangkan Komjak khawatir cara-cara ini dilakukan oleh banyak pejabat, sehingga institusi negara harus menindaklanjuti laporannya.
Soal pendidikan, Kejaksaan telah mengeluarkan klarifikasi. Riwayat pendidikan yang benar adalah versi dalam buku pengukuhan sesuai dengan data resmi di Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung. Mengenai identitas apa mungkin Jaksa Agung punya tiga KTP?