Jakarta, Suaranusantara.co – Anggota DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto mengusulkan ke pemerintah agar menaikkan gaji dari para Kepala Desa (Kades) dan perangkat desa di seluruh tanah air. Hal itu karena gaji mereka terbilang kecil untuk kondisi saat ini.
“Saya dapat keluhan dari teman-teman Kades dan perangkat desa di lapangan bahwa gaji mereka sangat kecil. Gaji yang diterima tidak sebanding dengan beban kerja yang dilakukan,” kata Abraham di Kupang, Rabu, 29 September 2021.
Ia menyebut para Kades dan perangkat desa mengeluh waktu kerja mereka hampir tujuh hari kerja. Hal itu karena hari Sabtu dan Minggu, mereka juga sering bekerja untuk mengurusi berbagai masalah dalam masyarakat. Diantaranya masalah sengketa lahan, perkelahian, perceraian, dan konflik komunal lainnya dalam masyarakat.
“Menurut pengakuan para Kades, sebelum masalah-masalah ini dibawa ke ranah hukum, biasanya kepala desa yang mengurusi terlebih dahulu bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama. Masalah-masalah seperti ini sering terjadi di luar hari kerja,” jelas Abraham.
Senator yang sudah tiga periode ini mengemukakan usulan kenaikan gaji juga diperlukan agar para Kades dan perangkat desa tidak tergiur praktik korupsi karena besarnya dana desa yang dikucurkan tiap tahun. Pasalnya, tren korupsi dana desa di daerah seperti NTT terus meningkat.
Hal itu diperparah dengan adanya nota kesepahaman antara Kemendagri, Polri dan Kejaksaan Agung tentang koordinasi antara Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait laporan korupsi dana desa. Nota kesepahaman yang berlaku sejak 2019 ini memberi kewenangan kepada inspektorat daerah sebagai pemeriksa pertama.
Konsekuensi dari aturan itu adalah APH tidak bisa langsung memeriksa dan mengaudit dana desa berdasarkan laporan masyarakat, tetapi terlebih dahulu diperiksa inspektorat daerah. Jika ditemukan kerugian negara yang bukan pelanggaran administratif, baru diserahkan ke APH untuk diperiksa lebih lanjut.
Abraham melihat aturan ini banyak dimanfaatkan oleh para Kades dan mantan Kades agar lolos dari jeratan hukum. Caranya, mereka kerjasama dengan oknum Inspektorat Daerah, Dinas Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD), serta aparat terkait dalam hal pengelolaan dana desa.
“Ini yang menyuburkan korupsi dana desa karena dengan adanya kongkalikong, toh pada akhirnya hanya pelanggaran administratif. Tinggal bayar kerugian negara setelah itu. Maka supaya tidak ada celah ini, naikkan gaji mereka. Kemudian cabut nota kesepakatan yang ada,” jelas Abraham.