Jakarta, Suaranusantara.co – Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan di dalam KTP Elektronik (KTP-el) tidak ada kolom jenis kelamin “Transgender”. Kolom jenis kelamin hanya terdiri atas laki-laki dan perempuan.
“Kalau dia laki-laki, ya, di catat sebagai laki-laki,. Kalau dia perempuan juga di catat sebagai perempuan. Di catat sesuai jenis kelamin yang aslinya. Kecuali buat mereka yang sudah di tetapkan oleh pengadilan. Untuk adanya perubahan jenis kelamin,” kata Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Minggu, 25 April 2021.
Ia menanggapi informasi yang beredar di masyarakat bahwa ada kolom transgender dalam pembuatan KTP-el dan Kartu Keluarga (KK). Hal itu terkait perubahan jenis kelamin seperti yang terjadi dengan Serda TNI AD Aprilio Perkasa Manganang.
Ia menegaskan bila transgender sudah merekam datanya, pasti tercatat menggunakan nama asli.
“Tidak di kenal nama alias. Misalnya, nama Sujono, ya di tulis Sujono, bukan Sujono alias Jenny. Mau di ubah pakai nama panggilan perempuan di KTP-el? Tidak bisa,. Sebab urusan mengganti nama dan ganti kelamin harus ada putusan dari Pengadilan Negeri terlebih dulu,” jelas Zudan.
Menurutnya, Dukcapil memang proaktif membantu memudahkan KTP-el buat kaum transgender. Dasar hukumnya dalam UU No. 24 Tahun 2013 juncto UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk. Di nyatakan semua penduduk WNI harus di data dan harus punya KTP dan Kartu Keluarga. Hal itu agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik, misalnya pelayanan BPJS dan bantuan sosial.
Aturan UU
“Kita melayani kaum transgender sesuai aturan UU Adminduk dengan jenis kelaminnya laki laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin yang lain. Sesuai apa aslinya kecuali yang sudah ada penetapan pengadilan tentang perubahan jenis kelamin,” tutur Zudan.
Ia menyebut Dukcapil wajib melayani kaum transgender sebagai bagian dari WNI penduduk di Indonesia. Alasannya, mereka juga mahluk Tuhan yang wajib di layani dengan non diskriminasi dan penuh empati.
“Setiap penduduk Warga Negara Indonesia berhak atas semua pelayanan publik dasar tanpa diskriminasi,” tegas Zudan.
Zudan menambahkan, banyak transgender tidak memiliki dokumen kependudukan seperti KTP-el, KK dan akta kelahiran. Kondisi ini mempersulit mereka mengakses layanan publik lain seperti bidang kesehatan untuk mengurus BPJS Kesehatan, mendapat bantuan sosial dan lainnya
“Kawan-kawan transgender ini masih kerap menemui hambatan ketika mengurus layanan publik terutama terkait administrasi kependudukan. Mungkin karena miskin dan minder, malu, atau hambatan lainnya. Akibatnya mereka sulit mengurus pelayanan publik lain, seperti BPJS-Kes, atau sulit mendapat akses bansos. Padahal banyak di antaranya yang hidup miskin sebagai pengamen dan profesi lainnya,” tutup Zudan.