Jakarta, suaranusantara.co – Anggota Komite I DPD RI Filep Wamafma meminta pemerintah menghentikan kegiatan deforestasi (penggundulan hutan) dan pelepasan kawasan hutan di tanah Papua. Alasannya, kegiatan tersebut telah merusak alam Papua.
“Persoalan tanah dan hutan Papua merupakan persoalan hidup dan mati orang Papua,” kata Filep di Jakarta, Jumat, 12 Februari 2021.
Ia mengemukakan deforestasi atas nama apapun, tanpa mendengarkan masyarakat adat Papua, sama dengan menghancurkan eksistensi orang Papua. Berbagai perubahan hutan yang terjadi sekarang ini, tidak menyisakan apapun bagi masyarakat adat.
Menurutnya, masalah pengelolaan hutan tidak sekadar berpikir untuk hari ini, tetapi berpikir untuk generasi Papua di masa depan. Percuma membangun saat ini jika tanah dan hutan Papua dihabiskan untuk investasi tanpa memikirkan masa depan.
“Kita tidak bisa makan uang, saat seluruh isi alam habis Jadi uang menjadi tidak berarti apa-apa,” tegas senator asal Papau Barat ini.
Dia menyebut kekhawatiran semakin bertambah, saat UU Cipta Kerja lahir. UU ini tidak memposisikan kekhususan Tanah Papua. UU itu mengkudeta kewenangan Pemerintah Daerah dalam urusan perizinan dan investasi dengan dalil atas nama pembangunan demi kepentingan nasional.
“Pemerintah harus menghentikan serta mengawasi secara tegas dan terintegrasi semua peristiwa deforestasi,” tegas Filep.
Dia juga meminta pemerintah mengembalikan hak-hak masyarakat adat terkait hak atas tanah dan hutannya yang dirampas secara sewenang-wenang. Kemudian melibatkan peran masyarakat adat dalam hal pembangunan yang berdampak bagi tanah dan hutan Papua.
Dia menambahkan Papua Barat, telah memiliki Peraturan Daerah Khusus Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan di Papua Barat. Perdasus ini mengharuskan adanya perlindungan secara integral terhadap tanah, hutan, dan alam Papua, demi pembangunan berkelanjutan.
Bila deforestasi terus terjadi, maka Pemerintah Pusat tidak konsisten dalam menjalankan komitmen sustainable development goals. Komitmen ini diperintahkan kepada setiap daerah untuk dijalankan ini, tetapi justru dikebiri oleh Pemerintah Pusat sendiri.
“Jangan hanya nama kepentingan nasional, lalu membuka peluang bagi deforestasi tanpa terkendali,” tutup Filep.