Jakarta, Suaranusantara.co – Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Erman Umar, menyampaikan catatan kritis sebagai refleksi hukum tahun 2021, sekaligus membeberkan tantangan pada 2022. Dalam catatannya, Erman menilai, sepanjang 2021 terdapat peristiwa yang menunjukkan penegakan hukum yang diskriminatif dan merugikan masyarakat.
Peristiwa paling mencolok yakni pengesahan Omnibus Law Ciptaker oleh pemerintah bersama DPR hingga pada 2021, secara formil dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam perjalanannya kita bisa melihat aspirasi publik yang terdiri atas ahli hukum, aktivis, mahasiswa tidak didengar. Malahan terjadi penangkapan terhadap mereka yang menolak RUU Omnibus Law Ciptaker.
“Tetapi yang diproses hukum hanyalah Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana yang merupakan Tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Sementara tokoh-tokoh pengeritik keras yang lain tidak ada yang diproses Hukum,” kata Erman, di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Menurut Erman, kritik terhadap Omnibus Law Ciptaker merupakan bentuk berjalannya demokrasi dan tak perlu dipidana. Apalagi terdapat ketentuan dalam konstitusi yang menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
“Dengan demikian memproses dan mengadili para tokoh yang mengeritisi suatu RUU ataupun yang mengeritik suatu kebijakan pemerintah adalah bertentangan dengan Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 dan UU No.9 tahun 1998,” tuturnya.
Erman juga menyoroti peristiwa hukum terkait pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Salah satunya yang membelit pentolan FPI Rizieq Shihap. Ormas FPI diketahui telah dibubarkan pemerintah dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada akhir 2020 yang lalu.
KAI menilai, perkara prokes Rizieq tidak diterapkan kepada pejabat lain yang kedapatan melakukan pelanggaran serupa. Hal ini tentu memperkuat asumsi hukum dilaksanakan secara tebang pilih pada masa pandemi sekalipun.
“Ini memberikan kesan bahwa pemerintah dan aparat hukum berlaku keras dan tidak adil. Sementara banyak tokoh dan pejabat yang terlihat melanggar prokes Covid-19 tidak dilakukan proses hukum seperti terhadap Habib Rizieq Shihab dan kawan-kawan,” kata dia.
Dengan demikian KAI meminta pemerintah melakukan evaluasi penegakkan hukum dalam setahun terakhir agar peristiwa yang mengundang kecurigaan publik tidak terjadi pada 2022. KAI bahkan siap melawan arogansi penegak hukum dan bentuk-bentuk diskriminasi yang merugikan masyarakat serta masih menjadi tantangan sekarang ini.
“Perbaikan penegakan hukum dapat terjadi secara signifikan jika semua lembaga negara baik eksekutif, legislatif, yudikatif, dan semua stakeholder yang terkait dengan pranata hukum baik akademisi, organisasi advokat, LSM sama-sama menjaga, mengontrol, dan mengawal eksistensi Indonesia sebagai negara hukum, dan memperjuangkan supremasi hukum,” tukasnya.