Jakarta, Suaranusantara.co – Anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto menilai implementasi atau penerapan sistem online single submission (OSS) belum efektif dijalankan di daerah-daerah. Alasannya, masih adanya ego di daerah-daerah yang belum mau ditarik kewenangannya oleh pemerintah pusat.
“Ini tantangan implementasi OSS. Daerah kan menganggap UU Cipta Kerja, termasuk OSS mengambil kewenangan mereka. Ini perlu disosialisasikan lagi agar tidak menimbulkan resistensi,” kata Abraham di Jakarta, Rabu, 10 November 2021.
Ia menyebut persoalan lain adalah masih nyamannya pegawai di daerah-daerah dengan sistem lama yang bekerja manual dan tatap muka dalam mengurus ijin usaha. Di sisi lain, sumber daya manusia (SDM) atau pegawai-pegawai daerah belum siap bekerja dengan sistem OSS.
“OSS itu kan berbasis elektronik dan teknologi. Ketika SDM belum siap, itu menjadi kendala tersendiri,” ujar senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Dia juga menyebut persoalan teknis OSS belum efektif adalah jaringan internet belum tersedia secara merata dan stabil di daerah-daerah. Bahkan beberapa daerah, masih terkendala dengan listrik yang masih mati-hidup.
“Gimana mau online, listrik aja masih mati-hidup. Jaringan internet tidak stabil, bahkan tidak ada. Ini dulu harus disiapkan,” tutur Ketua Kadin Provinsi NTT ini.
Selain masalah-masalah itu, kendala lainnya adalah banyak daerah yang belum paham mengenai sistem OSS. Mereka tidak mengerti apa itu OSS dan bagaimana membentuknya. Kemudian Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja terkait OSS belum dibuat.
“Waktu pembuatan Perda atau Perkada tidak cepat. Bisa bulanan, bahkan tahunan. Maka penerapan OSS jadi tidak jalan karena menunggu aturan,” jelas senator yang sudah tiga periode ini.
Sebagaimana diketahui, sistem OSS diatur dalam aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.
Berdasarkan dua aturan tersebut, pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha di daerah wajib menggunakan sistem OSS yang dikelola oleh pemerintah pusat. OSS wajib digunakan pelaku usaha, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Kebijakan OSS untuk mendukung penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah agar lebih cepat, mudah, terintegrasi, transparan, efisien, dan juga akuntabel. Sehingga, pemerintah dapat memberikan kepastian hukum, meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha serta menjaga kualitas perizinan.
Dalam laporan Bank Dunia tahun 2020, Indonesia masuk peringkat ke-73 dari 190 negara dalam kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB). Artinya kemudahan berinvestasi di tanah air masih belum bagus.
OSS diresmikan Presiden Jokowi pada bulan Agustus 2021 lalu. Saat meresmikan program itu, Jokowi menyatakan OSS membantu kemudahan berinvestasi di tanah air.
“Kita ingin iklim usaha di negara kita berubah semakin kondusif, memudahkan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah untuk memulai usaha, meningkatkan kepercayaan investor untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya sehingga menjadi solusi atas persoalan pengangguran yang bertambah akibat dampak pandemi,” ujar Jokowi saat meresmikan sistem OSS.