Jakarta, Suaranusantara.co – RKUHP mengatur pidana santet. Pasal 252 Ayat (1) yang berbunyi, “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV”.
Denda kategori IV, dalam Pasal 79, yakni sebesar Rp 200 juta. Sementara Pasal 252 Ayat 2, menyebutkan setiap orang sebagaimana di maksud pada Ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan. Atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat di tambah 1/3 hukuman.
Di kutip dari detik.com, Prof Dr Ronny Nitibaskara menjelaskan, delik pidana santet tak perlu pembuktian, sebab pasal tindak pidana formil yang tidak mementingkan hubungan sebab akibat. Ini delik sekali sehingga hanya memerlukan pengakuan dari pelaku.
Mantan Menteri Kehakiman, Muladi, juga menjelaskan, p[dana terkait santet mengarah kepada orang yang mengaku memiliki “ilmu hitam” atau orang pintar atau dukun. Dari pengakuan itu, orang tersebut menawarkan jasa sehingga mendapatkan penghasilan dari pengguna jasa. “Jadi yang di pidana bukan santetnya, sulit di buktika. Tetapi orang yang menyatakan diri punya kekuatan gaib bisa mencelakakan orang, itu yang di pidana,” katanya.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Menkumham Yasonna H Laoly menyebut RKUHP pasal terkait santet ditujukan sebagai upaya pencegahan. Dengan adanya aturan ini di harapkan dapat mencegah masyarakat menggunakan ilmu hitam untuk mengeruk keuntungan. “Jadi, supaya tidak ada penyalahgunaan upaya, upaya dengan mencari keuntungan-keuntungan yang tidak benar,” katanya.