Labuan Bajo, suaranusantara.co – Suasana di lorong Rumah Tahanan (Rutan) Polres Manggarai Barat mendadak tegang pada Senin (22/9/2025). Wartawan yang tengah mendokumentasikan proses penahanan Gabriel Jahang atas laporan dari Blasius Panda yang tidak sesuai fakta di Tempat Kejadian Perkara justru menjadi sasaran konfrontasi aparat.
Kepala Unit Tindak Pidana Umum (Kanit Pidum) Polres Manggarai Barat, yang memperkenalkan diri sebagai Niko, tiba-tiba keluar dari ruangannya setelah diberi tahu rekannya soal keberadaan jurnalis.
Dengan wajah serius, ia langsung mendekati wartawan, meminta identitas media, kartu pers, hingga KTP. Tak berhenti di situ, ia juga memerintahkan agar foto yang sudah diambil segera dihapus.
Yang membuat janggal, sikap keras itu hanya diarahkan pada wartawan. Padahal, di lorong tersebut sejumlah pengunjung dan warga bebas menggunakan ponsel tanpa ada larangan atau pemeriksaan. Tidak ditemukan pula papan pengumuman yang melarang pengambilan gambar, bahkan petugas Rutan yang berada di lokasi tidak mengeluarkan teguran apa pun.
Ketegangan semakin memuncak ketika Niko, dengan kemeja putih lengan panjang yang digulung hingga siku, memperlihatkan gestur menarik lengan bajunya—seolah siap meladeni konfrontasi fisik.
Aksi itu disaksikan langsung oleh beberapa warga Mbehal yang saat itu hadir mendampingi keluarga tahanan.
Sehari setelah insiden, Selasa (23/9/2025) pukul 17.16 WITA, wartawan mencoba meminta konfirmasi resmi kepada Kapolres, Kasat Reskrim, Kasi Humas, hingga Niko sendiri. Pertanyaan utama: apa dasar hukum atau SOP kepolisian yang melarang jurnalis mengambil gambar di area lorong Rutan?
Pesan konfirmasi terbaca—namun hingga berita ini diturunkan, tidak satu pun pihak kepolisian memberikan tanggapan.
Sikap bungkam ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah tindakan Kanit Pidum semata-mata reaksi spontan, atau bagian dari pola pembatasan ruang kerja pers, khususnya media yang selama ini kerap menyoroti dugaan kejanggalan penegakan hukum di Polres Manggarai Barat, termasuk kasus tanah ulayat Mbehal?
Peristiwa ini bukan hanya soal teguran di lorong rutan. Ia menyentuh persoalan lebih serius: posisi jurnalis dalam menjalankan fungsi kontrol sosial dan komitmen kepolisian pada prinsip transparansi.