Kupang, suaranusantara.co – Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto meminta pemerintah pusat agar memproses sekitar 400 usulan pemekaran desa dari NTT. Pasalnya, ada yang sudah menjadi desa persiapan lebih dari 10 tahun.
“Sampai kapan status mereka terus menjadi desa persiapan. Ada yang sudah 10 tahun. Ada yang sudah lebih dari 10 tahun. Mohon segera diproses,” kata Abraham di Kupang, NTT, Senin, 11 Agustus 2025.
Ia menyebut 400 desa persiapan itu berasal dari 17 kabupaten di NTT. Semua menunggu proses menuju desa definitif dari pemerintah pusat.
Anggota Komite I DPD RI berharap pemerintah pusat tidak sengaja mengulur proses pemekaran sehingga tidak memberi kepastian kepada masyarakat. Karena semua persyaratan menjadi desa definitif sudah diselesaikan semua oleh desa-desa yang mengusulkan.
“Saya dapat informasi, dari 400 usulan, semua dokumen sudah aman. Jadi tinggal menaikkan status dari desa persiapan menjadi definitif,” kata Ketua Badan Sosialisasi MPR RI ini.
Menurut pemilik Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang ini, pemekaran desa sangat penting bagi wilayah NTT yang geografisnya terdiri atas pulau-pulau. Wilayah yang sulit dan terpisah-pisah, butuh koneksitas.
Di sisi lain, NTT adalah daerah 3 T yaitu terluar, termiskin dan tertinggal. Daerah seperti ini butuh percepatan pembangunan. Hadirnya dana desa yang mencapai Rp 1,5 miliar per tahun di tiap-tiap desa dapat mendorong kemajuan desa.
“Di NTT, tidak ada perusahaan besar-besar seperti di Jawa yang bisa mendorong pertumbuhan ekonominya. Makanya pertumbuhan ekonominya lambat. Nah, dengan kehadiran dana desa, itu bisa menghidupkan roda ekonomi masyarakat desa,” jelas Abraham.
Abraham juga meminta pemerintah untuk mencabut moratorium pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) yang sudah dilakukan sejak tahun 2014. Alasannya, pemekaran daerah merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari. Sebab, penduduk di suatu wilayah terus bertambah dan harus diiringi dengan bertambahnya fasilitas untuk menunjang pembangunan daerah tersebut.
Senator yang sudah empat periode ini meminta stigma negatif terkait pemekaran daerah tidak boleh menjadi alasan menghambat aspirasi pemekaran wilayah. Selama ini, pemerintah seringkali beralasan jika ada beberapa DOB yang gagal menciptakan kesejahteraan warganya.
Bahkan sejumlah DOB dinilai hanya menciptakan beban keuangan negara.
“Stigma negatif tidak bisa jadi pembenar kalau pemekaran wilayah tidak boleh dilakukan. Karena ada juga DOB yang berhasil berkembang dan berkontribusi pada kesejahteraan rakyat,” ungkap Abraham.
Pemilik Hotel Harper Kupang ini mengusulkan pemekaran dilakukan secara selektif. Pertama, untuk daerah perbatasan dengan negara tetangga. Provinsi masuk dalam kategori itu karena berbatasan dengan Timor Leste.
Kedua, untuk wilayah yang rawan konflik. Model seperti dilakukan di Papua, harus dijalankan di tempat lain yang rawan konflik.
Ketiga, untuk wilayah yang jumlah penduduknya sudah sangat besar seperti Jawa Barat.
“Harus bertahap. Misalnya 10 wilayah dulu dalam satu tahun. Tahun depan juga begitu. Begitu terus, sampai selesai semuanya,” tutup Abraham.