Kupang, Suaranusantara.co – Anggota DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto mengungkapkan, ada praktik capital flight (pelarian modal) yang berkembang di NTT saat ini. Praktik capital flight itu lahir dari penggadaian sertifikat tanah ke bank.
“Ada 4.000 sertifikat yang digadai. Itu baru dari Kota Kupang saja, belum wilayah lain. Total kredit atau pinjaman yang diberikan bank mencapai Rp 3,8 triliun,” kata Abraham di Kupang, NTT, Rabu, 21 September 2022.
Sayang, kata Abraham, dana hasil gadai sertifikat tersebut tidak dipakai untuk membangun NTT. Dana besar yang sudah dikucurkan bank itu malah keluar dari NTT.
“Itu capital flight. NTT itu daerah miskin, gersang, minim pabrik besar. Dana Rp 3,8 triliun bukannya untuk membangun NTT, malah dibawa kabur keluar. Ini menyakitkan dan ironis bagi kami masyarakat NTT,” ujar mantan Ketua Kadin Provinsi NTT ini.
Pemilik Universitas Citra Bangsa Kupang ini meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan kebijakan terkait masalah tersebut. Harusnya, dana dari hasil gadai sertifikat tanah tidak boleh dibawa keluar daerah, tetapi untuk membangun wilayah tersebut.
“Karena yang digadaikan sertifikat tanah. Kalau yang digadai mobil atau emas, mungkin tidak masalah. Tetapi karena tanah, ya hasil gadai harusnya untuk memakmurkan tanah atau wilayah sendiri,” jelas Abraham.
Senator yang sudah tiga periode ini mengungkapkan Badan Pertanahan di daerah tidak bisa berbuat apa-apa terhadap praktik tersebut. Kecuali jika ada surat edaran atau aturan dari pemerintah pusat yang melarang praktik seperti itu.
“Itu hasil komunikasi kami dengan pejabat pertanahan di daerah. Mereka tahu ada praktik capital flight dari sertifikat tanah. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau ini tidak diatur, kasihan kami orang NTT, sudah miskin, dana pun dibawa keluar. Kapan bisa maju kalau praktik seperti ini dibiarkan,” tegas Abraham.