Labuan Bajo, suaranusantara.co – Di tengah pergulatan panjang konflik tanah adat milik ulayat Mbehal melawan pengklaiman dari Mersi Mence dan Panda yang dikenal sebagai aktor Mafia di Lengkong Warang, LSM ilmu beber 10 poin kronologis kriminalisasi Masyarakat adat ulayat Mbehal oleh Polisi Resort (Polres) Manggarai Barat.
Hal ini disampaikan oleh ketua LSM ilmu Doni Parera saat menggelar konferensi pers yang berlangsung berlangsung di Labuan Bajo tepatnya di Cafe G20, yang beralamat di Cowang Ndereng, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Minggu 21/9/205, pkl 18.12.
Ketua LSM Ilmu yang dipimpin oleh Doni Parera lazim dipanggil Doni selaku juru bicara yang mendampingi warga adat ulayat Mbehal sejak 2017 mejelaskan kronologi Kriminalisasi Masyarakat adat Mbehal oleh Polres Mabar.
Begini Kronologis Kriminalisasi Masyarakat Adat Ulayat Mbehal Oleh Polres Mabar
Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada publik adanya dugaan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat Polres Manggarai terhadap masyarakat adat ulayat Mbehal. Kami berharap agar Publik memahami secara utuh rangkaian peristiwa yang dialami oleh masyarakat adat ulayat Mbehal khususnya delam beberapa bulan terakhir.
Dengan mengungkap hal ini kepada publik melalui rekan-rekan media, serta melalui beberapa poin yang akan kami sampaikan kepada lembaga resmi negara, antara lain Komnas HAM, Polda NTT, Mabes Polri, Komisi tiga DPR RI.
Kami berharap upaya Ini dapat menghentikan praktik-praktik kotor yang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat, sehingga Udak terjadi tagi di kemudian hari.
1. Pada tenggat 18 Juni 2025 bertempat di Lengkong Warang, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, sebanyak dua ratusan masyarakat adat ulayat Rareng mendatangi lokasi Lengkong Warang dengan tujuan membagikan lahan di lokasi tersebut.
Saat Itu, mereka bertemu dengan sembilan orang masyarakat adat ulayat Mbehal yang sudah berada di lokasi sejak beberapa jam sebelumnya, dengan maksud membersihkan lahan. Hampir terjadi bentrok fisik, namun dengan niat baik pihak Mibahal yang difasilitasi aleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) Desa Tanjung Boleng bersama Kesbangpol Manggarai Barat diinisiasi upaya damai.
Aparat negara dari dua Instansi tersebut menawarkan solusi berupa fasilitas pertemuan ang akan diselenggarakan oleh pihak TNI, dan usulan itu kemudian disetujui oleh kedua pihak. Pihak Mbehal berpegang pada kesepakatan tersebut.
Kedua kelompok masyarakat adat lalu membubarkan diri dan kembali ke kampung masing-masing. Namun hingga saat ini, pihak Mbehal belum menerima undangan resmi atas tindak lanjut dari pihak TNI di lapangan, sehingga memilih untuk mengabaikan undangan dari pihak lain yang saat itu tdak berada di lokasi
2. Pada Tanggal 16 ub 2015 3 Orang Masyarakat ulayat Mbbehal atas nama, Gabriel Jahang, Karolus Ngotom, Akuino Semsung mendapat penggilan dari Polres Mabar dengan surat” nomor undangan B/142/VII/Res.1.2/2025, dengan hal wawancara klarifikasi perkara. Mereka diminta untuk menghadap unit pidana umum satuan reskrim Polres Mabar yang sedang melakukan penyelidikan terhadap adanya dugaan perkara penyerobotan tanah dan pengancaman yang terjadi pada hari Rabu, tanggal 18 Juni 2025 di Lengkong Warang, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat yang laporkan oleh saudara Blasius Panda, berdasarkan laporan polisi nomor : LP/B/113/VII/2025/SPKT/Polres Manggarai Barat/Polda Nusa Tenggara Timur, tanggal 14 Juli 2025. Mereka diminta untuk menghadap pada hari Senin 21 Juli 2025.
3. Pada Tanggal 21 Juli 2025, 3 orang Masyarakat Adat Mbehal yang mendapat surat wawancara klarifikasi perkara, masyarakat menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
A) Bahwa laporan penyerobotan oleh saudara Panda sangat tidak masuk akal, karena tanah Lengkong Warang Adalah tanah milik Ulayat Mbehal sejak turun temurun, antara lain dapat dibuktikan dengan bekas kampung Rungkam lama ada di sekitar Lengkong Warang. Masih ada bekas sumur, perkuburan leluhur (Warga kampung Rungkam Lama), sisa tanaman Perkebunan yang dulu digarap, bekas Loka tempat tinggal, dan bahkan beberapa KTP dari orang-orang tua Mbehal masih berstatus kelahiran kampung Rungkam ( Lama).
B) Tidak pernah terjadi pengancaman karena ketiga Masyarakat adat ini, sama sekali tidak pernah bertemu dengan saudara Panda di lapangan pada tanggal 18 Juni 2025, dan ini dapat dibuktikan dengan video yang sempat dibuat pada hari Itu. Sehingga tuduhan pengancaman kepada dia sangat mengada-ada dan penuh rekayasa.
4. Pada tanggal 27 Agustus 2025, 3 orang Masyarakat adat Mbehal yang berstatus sebagai terlapor mendapat tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) Nomor : SPDP/68/ VIII/Res 1.24/2025/SAT Reskrim yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Barat di Labuan Bajo
Dalam surat pemberitahuan ini ndak tercantum terkait penyerobotan lahan seperti laporan dan pelapor kepada Polisi
5. Pada Tanggal 30 Agustus 2025, 3 orang Masyarakat adat Mbehal mendapat surat panggilan dengan nomor SP.GIL/49O/VIII/Res 1.24/2025/SAT RESKRIM, untuk menghadap penyidik Polres Mabar pada tangga! 02 September 2025, untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara tindak pidana pengancaman yang terjadi pada tanggal 18 Juli 2025 di Lengkong Warang, Desa Tanjung Boleng.
6. Pada Tanggal 02 September 2025, Ketiga Masyarakat Adat Ulayat Mbehal yang sudah berstatus sebagai saksi menghadap aparat penyidik Polres Mabar. Mereka diajukan pertanyaan yang sama dengan saat pemeriksaan pertama kecuali, soal laporan penyerobotan lahan yang sudah dihilangkan namun, dengan dua pertanyaan tambahan antara lain :
A. ( Pertanyaan ke 16 dari BAP ) Diminta untuk menjelaskan, Apakah ada ungkapan dari saudara ( Gabirel Jahang – Terlapor ) dan teman-teman saudara terhadap wanga ulayat Rareng dengan mengatakan ” Kamu tidak boleh bagi ini tanah, kalau kamu berani bagi ini tanah yang ada nanti baku bunuh disini ” Gabriel Jahang menjawab “Tidak ada ungkapan seperti itu”.
B. Saya diminta menjelaskan , Apakah saat saudara mengajak warga ulayat Rareng untuk berbicara terkait maksud kedatangan mereka ke Lokasi tanah tersebut, Apakah saat tu memegang parang atau kayu? Kami jelaskan bahwa
semua yang hadir saat itu, dari kedua belah pihak membawa parang untuk berkebun dan kayu sebagai alat bantu dalam membersihkan lahan. Hanya tetu yang membawa tombak dan sangat provokatif yaitu, Mersi Mance dari pihak ulayat Rareng. Kami bahkan menyerahkan foto-foto dan video yang kami ambil di lapangan untuk menguatkan keterangan kami kepada pihak polisi terkait peristiwa Itu dan menguatkan pemikiran kami bahwa yang dituduhkan kepada kami terkait pengancaman, tidak relevan dengan situasi di lapangan malahan saudara Mersi Mance yang memenuhi kriteria melakukan pengancaman menggunakan alat perang atau tombak,
7. Sehingga berdasarkan fakta dilapangan pada tanggal 18 Juni 2025 kami Masyarakat adat Mbehal atas nama Karolus Ngotom, melaporkan saudara Mersi Mance kepada pihak Kepolisian Manggarai Barat, yang kemudian diterima,dengan nomor surat :LP/B/141/9/2025/SPKT Polres Manggarai Barat/Polda NusaTenggaraTimur, melaporkan “ Dugaan Tindak Pidana Pengancaman yang dilakukan oleh saudara Mersi Mance”,
8. Pada Tanggal 04 September 2025, Petrus Pice Kuasa Hukum ulayat Gendang Rareng menyampaikan keterangan media pada publik, bahwa, Polres Mabar telah menerbitkan Surat Pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan ( SP2HP) bahwa Polisi telah menetapkan satu tersangka yaitu terlapor atas nama “ Gabriel Jahang”.
Tindakan ini mendahului pihak kepolisian dan menyalahi aturan sehingga menguatkan dugaan kami bahwa, keseluruhan kasus ini Adalah sebuah rekayasa untuk mengkriminalisasi Masyarakat adat. Beberapa media mencoba mengkonfirmasi pihak Polres Mabar atas status tersangka dari salah satu Masyarakat Adat atas nama “ Gabriel Jahang”, namun pihak kepolisian tidak memberikan keterangan apa-apa.
9. Pada Tanggal 17 September 2025, sepuluh hari setelah kuasa hukum pihak Rareng memuat publikasi status tersangka yang mendahului kepolisian, barulah Masyarakat Adat Ulayat Mbehal menerima surat panggilan dari Kepolisian terhadap salah satu Masyarakat adat yang menjadi terlapor yaitu “ Gabriel Jahang” dipanggil sebagai tersangka.
10. Pada hari yang sama Polisi juga mengeluarkan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyelidikan terhadap 3 orang Masyarakat adat ulayat Mbehal atas nama, Gabriel Jahang, Karolus, Ngotom, Fabianus Arung
Atas sebuah laporan yang dibuat pada tanggal 22 Agustus 2023 oleh Hermanus Haflon atas dugaan tindak pidana pengancaman, ( SPDP).
Semua rangkaian peristiwa diatas yang dialami oleh Masyarakat Adat Ulayat Mbehal, menguatkan Kesimpulan kami pada dugaan kriminalisasi Ulayat yang sedang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat, terhadap Masyarakat Adat Ulayat Mbehal. Sehingga pada tanggal 11 September melayangkan surat Perlindungan Hukum kepada Polda NTT sekaligus meminta dialog dengan Polda NTT. Surat yang sama dikirimkan kepada Kapolri, Kompolnas RI, dan Komisi III DPR RI.
Kami berharap agar apa yang kami alami dan semua Upaya yang sedang kami lakukan, bisa menjadi preseden bagi khalayak umum atau publik, dan bagi lembaga Negara terutama Kepolisian agar bekerja secara Profesional, sesuai tugas pokok dan fungsi yang dipercayakan oleh Negara yaitu, “ Mengayomi,Melindungi, dan Melayani Masyarakat” bagi Kepolisian, bukannya mengayomi,melindungi, dan melayani mafia tanah seperti yang kami diga kuat sedang dilakukan oleh aparat Polres Mabar, kepada Masyarakat Adat Ulayat Mbehal,
Polisi harus berdiri paling depan Bersama Masyarakat dalam melawan mafia tanah yang di Manggarai Barat ini, telah sangat merusak tatanan sosial, dan budaya masyarakat Manggarai Barat. Mencermati situasi Negara belakangan ini yang mana masyarakat telah begitu marahnya, atas praktek-praktek ketimpangan oleh pejabat dan aparat Negara, sehingga menyurut api demonstrasi yang berujung pada perusakan dan pembakaran dimana-mana,di seluruh Indonesia.
Demikian kronologis dan pernyataan ini kami buat, agar menjadi perhatian dan awasan bersama,Terimakasih.