Labuan Bajo, suaranusantara.co – Kantor BPOLBF Kabupaten Manggarai Barat menahan sejumlah balok kayu jati dari salah seorang warga yang mengaku merupakan kayu miliknya yang berada di lokasi Para Puar, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat pada Senin, 6/10/2025 sekitar pkl. 18.00 Wita
Pencegatan dan penahanan itu dilakukan oleh petugas piket malam pada saat warga tersebut hendak mengangkut kayu yang diakui sebagai miliknya yang sudah disensor di lokasi yang sudah menjadi milik BPOLBF di Para Puar.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Kabupaten Manggarai Barat Sisilia Jemana saat ditemui di ruang kerjanya menjelaskan bahwa tindakan penahanan itu dilakukan karena terjadi di wilayah milik BPOLBF.
“Kalau di wilayahnya dia kami tidak mempunyai hak untuk menahan tetapi karena di wilayah BPO tentu kami mempunyai hak untuk menahan dan dia tinggal bicara dengan kami,” tegas Sisilia kepada media ini, Selasa 7/10/2025, siang
Terkait adanya larangan terhadap masyarakat untuk melewati jalur BPOLBF, pihaknya mengatakan bahwa tidak ada larangan bagi siapapun yang melewati jalan itu.
“Kami tidak pernah melarang siapa saja yang melewati jalan itu, banyak sekali masyarakat yang bolak balik melewati jalan itu tanpa izin bahkan mereka berkunjung untuk foto-foto kami tidak pernah melarang karena jalan itu boleh digunakan oleh siapa saja,” pungkasnya dengan nada kesal saat diwawancarai wartawan.
Kadiv Humas yang kerap disapa Julia itu memastikan bahwa kejadian itu dilakukan di atas tanah milik BPOLBF dan meminta untuk berdialog langsung dengan pemilik kayu tersebut.
“Kalau kami berani menahan seperti itu berarti kejadian itu dilakukan di atas tanah milik BPOLBF. Kenapa karena kami punya Evi dens resmi HPL seluas 129.6 hektar dan mereka menebang kayu itu di dalam wilayah BPOLBF. Berikutnya lagi, mereka bilang sebelum-sebelumnya tidak pernah dipersoalkan yakin itu tidak pernah dipersoalkan, ini sudah dari 10 september. Kami minta yang mengaku sebagai tuan yang menebang kayu itu untuk datang, kami kan sebenarnya membuka ruang untuk bicara, berdialog. Tuan kayu ini namanya Spandi tetapi sampai sekarang dia tidak pernah datang. Kami sudah tunggu dia dari tanggal 10 September,” beber Sisilia yang mengaku background jurnalis itu.
Ia (Sisilia) mengungkapkan kekesalannya ketika Direktur Destinasi sudah berusaha turun ke lokasi Para Puar menemui pemilik kayu untuk berdiskusi namun tidak kunjung datang.
“Sejak tanggal 10 kami tnggu pak Spandi tidak pernah datang, begitu pak Kons Direktur Destinasi ke atas beliau tidak muncul, ditunggu tidak muncul sama sekali, ini kan hanya masalah diskusi makanya kayu itu kami taru di kantor tidak akan diapa-apain,” kata Sisilia
Ia (Sisilia) menegaskan bahwa BPOLBF telah menanam 1000 pohon di Para Puar untuk menggantikan sejumlah pohon yang sudah ditebang.
“Kami melaksanakan segala hal di Para Puar itu ada aturannya. Kami menebang satu pohon kami mengkonversi dengan sekian pohon. Dalam tahun ini kami sudah menanam 1000 lebih pohon hanya untuk mengganti pohon-pohon yang sudah kami tebang. Dan pohon-pohon yang ada di sana itu diinventarisir itu ada datanya dan itu kami laporkan ke Balai dan setiap kali kami menebang satu pohon saja harus diinformasikan ke Balai,” lanjutnya
“Jadi begini kegiatan penebangan itu terjadi di wilayah BPO di mana wilayahnya sudah kami kantongi sertivikatnya seluas 129.6 hektar. Sehingga kami cuma mau bilang kami tidak akan melakukan sesuatu di luar wilayahnya kami tetapi kalau sudah di dalam wilayah kami pasti kami akan turun tangan. Dari tanggal 10 kami tunggu pa Yosep Spandi kenapa tidak muncul,” terang Sisilia dengan menyebut pemilik kayu itu tidak beritikad.
Bagi Julia solusi yang paling tepat menyelesaikan soal ini hanyalah melalui diskusi namun hingga saat ini pihak pemilik kayu tersebut tidak pernah mendatangi kantor BPOLBF.
“Solusi akan ditemukan setelah ketemu dulu soalnya om Spandi sendiri tidak pernah nongol, menurut kami ini tidak ada masalah. Menurut kami di sini Spandi sendiri yang tidak pernah ketemu kami. Kami sudah ke atas lalu diinfokan bahwa om ini dalam perjalanan menuju Para Puar tapi ditunggu-tunggu tidak pernah muncul om ini sampai hari ini kami belum berhasil bertemu trus tiba-tiba kayu sudah dipotong, tidak boleh begitulah caranya,” tutur Sisilia
Sementara salah seorang warga selaku pemilik kayu itu mengaku kayu tersebut sudah ditanam sejak tahun 1999 dan BPOLBF baru hadir pada tahun 2021 di Manggarai Barat.
Warga pemilik kayu itu adalah Spandi asal Wae Mata Desa Gorontalo, mengatakan bahwa kayu tersebut sensor di kebun miliknya yang sudah dikuasai sejak tahun 1999.
“Saya ada sensor kayu jati di kebun saya pas sya mau muat di pos penjaga bop.lbf melarang dgn dalil bahwa kayu itu ada dalam wilayah bop.lbf dan jalan tidak bisa dilewati itu penyampaian mereka kepada anggota saya tadi waktu pergi muat karna saya masih ada di rumah sakit. Pertanyaan kami sensor kayu tanam sendiri ada hak apa mereka larang dan larangan itu juga tanpa ada surat, terus terang saja perjuangan kami melawan bop.lbf masih berjalan,” ungkap Spandi melalui pesan Whatsap kepada media ini usai dikabarkan kayunya ditahan petugas BPOLBF.
Dengan adanya tindakan penahanan ini, ia (Spandi) berkesimpulan bahwa BPOLBF hadir di Manggarai Barat hanya untuk merampas tanah dan tanaman masyarakat yang sudah lama menguasai lahan itu.
“Kesimpulan kehadiran bop.lbf ini dgn dalilnya sendiri untuk mengambil tanaman masyarakat dengan cara memeras, merampas untuk kepentingan mereka maka oleh karena itu apa pun dalilnya mereka kami warga/pemilik lahan tetap konsisten utk menolak kehadiran bop.lbf karna tidak ada dampak positif bagi masyarakat khusunya warga komunitas racan buka malah ini adalah sebuh tindak pembunuhan halus terhadap ekonomi masyarakat lokal,” pungkas Spandi.