Jakarta, Suaranusantara.co – Sidang lanjutan perkara ujaran kebencian atas terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur kembali di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa 2 Maret 2021.
Namun, dalam sidang ini saksi korban tidak hadir untuk keempat kalinya, yakni Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj.
Saat melayangkan panggilan pada 26 Februari 2021 lalu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), perwakilan Said Aqil melalui surat keterangan dokter mengatakan, Said Aqil mengindap sakit pada saat observasi postcovid-19.
“Kami telah memanggil KH Said Aqil Siradj. Beliau dalam kondisi sakit karena pada saat observasi tes postcovid-19. Ini surat sakitnya yang mulia,” ujar JPU di ruang sidang utama PN Jaksel, Selasa 2 Maret 2021.
JPU mengeklaim telah melayangkan panggilan kepada Gus Yaqut pada 26 Februari 2021 lalu untuk memberikan keterangan di persidangan.
Sayangnya, hingga kini belum ada konfirmasi perihal kedatangan dari sang mantan Ketua GP Ansor tersebut.
“Bahwa kami sudah sampaikan kepada saksi atas nama H Yaqut Cholil dan telah diterima pada tanggal 26 Februari 2021 tetapi sampai saat ini belum ada konfirmasi,” ungkap dia.
Hadir Secara Virtual
Sementara itu, Gus Nur kembali hadir secara virtual melalui sambungan Zoom dari Rutan Bareskrim Polri.
Adapun, Gus Nur kembali menjalani persidangan tanpa didampingi tim kuasa hukumnya.
Sebab, tim kuasa hukum Gus Nur kembali mengambil sikap walkout lantaran kliennya tak kunjung di hadirkan di ruang sidang.
Selain itu, tim kuasa hukum Gus Nur juga tidak mengikuti jalannya persidangan lantaran saksi korban kembali tidak hadir untuk keempat kalinya.
Total sudah empat kali dua tokoh Nadhatul Ulama tersebut tidak hadir sebagai saksi dalam persidangan. Pertama pada Selasa (9/2/2021), kedua pada Selasa (16/2/2021), ketiga pada Selasa (22/2/2021), dan keempat pada hari ini, Selasa (2/3/2021).
Hakim Toto pun menunda jalannya persidangan hingga Selasa (9/3/2021) pekan depan. Seandainya kembali berhalangan hadir, majelis hakim meminta JPU untuk setidaknya menghadirkan Gus Yaqut dan Said Aqil secara virtual.
“Demikian sidang berakhir lanjut lagi Selasa tanggal 9 Februari 2021 ya. Tolong saksi maksimalkan ya. Kalau memang sakit, panggil dokternya. Kalau tidak bisa di hadirkan, online. Demikian ya,” kata dia.
Penyebaran Info
Sebagai informasi, JPU telah mendakwa Gus Nur sengaja menyebarkan informasi yang di tujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu. Dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Sebagaimana wawancara Gus Nur di Akun Youtube Munjiat Channel.
“Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang di tujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu. Dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA),” tukas Jaksa Didi AR dalam sidang Selasa (19/1).
Didi pun mengurai pernyataan Gus Nur yang di nilai telah melanggar hukum dalam rekaman video yang beredar.
Pertama, pada menit 03.45, Gus Nur berbincang dengan Refli Harun tentang organisasi NU.
Dalam video itu, Gus Nur pun menyebut NU seperti bus umum yang di isi oleh sopir pemabuk, kondektur teler, dan kernet ugal-ugalan. Kata Gus Nur, seakan-akan organisasi NU saat ini tidak lagi ada kesucian.
Jaksa Didi mengatakan dalam dakwaannya, bus umum yang di sebut Gus Nur adalah organisasi NU.
Selanjutnya, sopir mabuk yang di maksud adalah Ketua Umum NU KH Aqil Sirodj dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Bahwa maksud terdakwa seperti bus umum adalah ormas NU. Sopir mabuk adalah ketua umum KH Aqil Sirodj dan KH Ma’ruf Amin yang mengeluarkan statement selalu menimbulkan kontroversi di tengah-tengah umat, sehingga umat Islam pada umumnya bahkan warga Nahdliyin sendiri terpecah belah,” sambungnya.
Afiliasi
Kemudian, Jaksa Didi juga menyoroti perkataan Gus Nur yang ada dalam video tersebut terkait NU yang telah berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Jaksa Didi menyatakan, suara dalam video tersebut adalah suara Gus Nur.
Hal itu terbukti melalui pemeriksaan forensik digital yang telah di lakukan oleh penyidik kepolisian.
“Maka suara barang bukti adalah identik dengan suara pembanding atas nama Sugi Nur Raharja,” ujar Didi.
Atas hal tersebut, JPU mendakwa Gus Nur dengan pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atau, Pasal 45 ayat (3) jo, pasal 27 ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.